Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perintahkan Penundaan Pilkada, Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie: Hakim Layak Diberhentikan

Arbo.web.id -Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menegaskan, pengadilan negeri tidak berwenang memerintahkan penundaan pemilihan umum (pilkada).

Hal itu sebagai tanggapan atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Pusat Jakarta yang mengeluarkan putusan yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda pilkada hingga tahun 2025.

Menurut Jimly, putusan perkara perdata yang diajukan Adil Makmur (Prima) Partai Populer ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak boleh mengganggu proses pemilu yang merupakan urusan publik.

“Hakim pantas dipecat karena tidak profesional, tidak paham UU Pemilu, dan tidak bisa membedakan urusan privat (perdata) dengan urusan publik,” kata Jimly kepada wartawan, Jumat, 3 Maret.

Jimly menjelaskan, pengadilan perdata harus membatasi diri pada urusan perdata saja. Anggota DPR RI ini menjelaskan, sanksi perdata dengan ganti rugi cukup, dia tidak akan menunda pilkada yang merupakan kewenangan konstitusional KPU secara tegas.

“Kalau ada sengketa proses, maka yang berwenang adalah Bawaslu dan PTUN, bukan perdata. Kalau ada sengketa hasil pemilu, maka yang berwenang adalah MK,” jelasnya.

Awalnya, Partai Prima menggugat KPU ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena merasa dirugikan oleh penyelenggara pemilu. Pasalnya, KPU menyatakan Partit Prima tidak memenuhi syarat untuk mendaftarkan dan memverifikasi partai politik sebagai caleg Pemilu 2024.

Karena itu, Partit Prima tidak bisa melanjutkan tahapan pemilu untuk verifikasi faktual. Pihak Prima tidak menerima. Dalam kajiannya, Prima menyebut KPU kurang teliti dalam melakukan audit administrasi.

Prima menilai Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) bermasalah dan menyebabkan partai tidak lolos tahap verifikasi administrasi.

Gugatan perdata Prima terhadap Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tergugat, yakni KPU RI, diajukan pada 8 Desember lalu. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat keluar dengan nomor perkara 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst pada Kamis, 2 Maret.

Berikut putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat:
1. Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam pemeriksaan administrasi oleh tergugat;
3. Menyatakan bahwa terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum;
4. Memerintahkan Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,- kepada Penggugat;
5. Menghukum terdakwa untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu tahun 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilu dari awal selama kurang lebih dua tahun 4 bulan 7 hari;
6. Menyatakan bahwa keputusan atas hal ini dapat segera dilakukan di muka (uitvorerbaar bij voorde);
7. Menetapkan biaya perkara yang dibebankan kepada terdakwa sebesar Rp410.000,00.

Ketua KPU Hasyim Asyari mengatakan pihaknya akan mengajukan banding atas keputusan tersebut.