Ini Prosedur Pingitan Indonesia, Bukan Tanpa Arti

Halo Arbo Web, kali ini mari kita bahas mengenai prosedur pingitan di Indonesia yang tak kalah uniknya. Banyak yang menganggap bahwa pingitan hanya sebuah tradisi yang tidak memiliki makna. Namun, sebenarnya tradisi ini memiliki sejarah panjang yang terkait dengan budaya dan kepercayaan masyarakat Indonesia. Yuk, simak penjelasan lengkapnya di artikel ini untuk lebih memahami tentang prosedur pingitan di Indonesia!

Beberapa budaya pernikahan di Indonesia menampilkan Pingitan pada pengantin, terutama yang akan menjadi pengantin. Faktanya, apakah Pingitan berarti sesuatu?

Yuk, simak artikel ini untuk mengetahui lebih lanjut tentang langkah-langkah dan makna yang terlibat dalam budaya Pingitan dan Pingitan!

Pingitan, kenali tradisi pranikah

Tradisi Pingitan atau celupan itu merupakan salah satu tradisi yang masih berlangsung di beberapa wilayah Indonesia.

Tradisi ini paling sering ditemukan dan diketahui dilakukan oleh orang Jawa yang telah mempraktikkan tradisi ini sejak zaman kerajaan.

Pingitan kuno menghabiskan sekitar 1-2 bulan.

Bagi wanita yang di-ping di rumah, tentunya akan dilanda kebosanan.

Pada zaman kuno, waktu yang dihabiskan di Pingitan begitu lama sehingga banyak yang tidak cukup kuat untuk menahannya.

Selain itu, perempuan modern sekarang mengalami pembebasan, yang sebagian besar memiliki pekerjaan sendiri yang tidak dapat ditinggalkan.

Dengan perkembangan zaman dan penyesuaian kebutuhan, tradisi Pingitan saat ini sangat singkat, hanya membutuhkan waktu 1-2 minggu atau bahkan 1-2 hari.

Selama periode Pingitan, calon pengantin wanita dapat melakukan berbagai kegiatan untuk mengusir kebosanan.

Mengutip dari Kumparan, selama periode Pingitan, calon pengantin wanita dapat menerima pelatihan tentang rumah tangga.

Lihat juga:  Cara Alami Menghilangkan Nyeri Batu Ginjal

Tentunya selain mencegah kebosanan, kegiatan ini juga bisa sangat bermanfaat bagi pengantin yang sudah menikah.

Kegiatan lain yang bisa dilakukan calon pengantin adalah menerima perawatan fisik.

Saat pernikahan berlangsung, perawatan fisik dilakukan agar calon pengantin terlihat lebih cantik dan memancarkan “aura pancaran”.

Selain itu, Pingitan juga melayani tujuan berikut:

  • Tanamkan rasa rindu akan orang yang akan menjadi kedua mempelai wanita.
  • Bangun kepercayaan satu sama lain.
  • Jauhkan dari berbagai macam bahaya.
  • Latih kesabaran.

Proses Pingitan di Berbagai Suku di Indonesia

Selain suku Jawa, suku-suku lain di Indonesia juga menjalankan tradisi Pingitan, yang dilakukan oleh calon pengantin.

Menurut laporan dari Indonesia dari Good News, setiap suku memiliki prosedur yang mengikuti adat istiadat setempat, yang memiliki makna mendalam dan bermanfaat bagi keduanya yang akan menjadi pengantin.

Sekarang, simak prosedur Pingitan berdasarkan beberapa suku di Indonesia!

1. Bahasa Jawa

Dalam bahasa Jawa, prosedur Pingitan dilakukan oleh calon pengantin wanita.

Selama masa pernikahan, calon pengantin wanita tidak dapat meninggalkan rumah, dan bahkan calon pengantin pria tidak dapat bertemu orang lain.

Periode ini juga merupakan waktu untuk melatih diri dan merawat diri sendiri sebelum resmi menjadi seorang istri.

Selain itu, di masa kecilnya, calon pengantin wanita dianjurkan untuk menambah dan memperdalam pengetahuan agama sebagai bekal ketika menikah nanti.

Arti Pingitan bagi pengantin Jawa adalah agar kedua mempelai lebih fokus dalam mempersiapkan diri menghadapi hari pernikahan mereka.

Selain itu, ia juga fokus pada persiapan mental agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik setelah pernikahan berlangsung.

Selain itu, makna Pingitan dalam bahasa Jawa adalah menjaga rasa saling percaya antara mempelai pria dan calon mempelai wanita.

Lihat juga:  Cara Membuat Rambut Halus Secara Alami

Ketika dua mempelai wanita tidak bertemu satu sama lain, tentu ada perasaan khawatir yang menyebabkan kecemasan.

Jadi, inilah momen ketika kedua mempelai diuji untuk mengembangkan rasa saling percaya.

2. Suku Muna

Tradisi Pingitan orang Muna, masyarakat adat Sulawesi tenggara, dikenal sebagai Kalia.

Kalia yang diperankan oleh suku Muna tidak hanya untuk wanita yang menikah, tetapi juga untuk wanita yang sedang tumbuh dewasa.

Prosedur Muna Pingitan dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati oleh keluarga dan wanita yang melakukan Pingitan.

Umumnya, suku Muna membutuhkan waktu dari 1 malam sehari hingga 4 hari 4 malam.

Selama Kalia, gadis itu ditempatkan di sebuah ruangan tanpa penerangan dan tempat tidur.

Selama periode ini, mereka juga diberikan nasihat dan nasihat agar kehidupan dewasa mereka bermanfaat bagi lingkungan sekitar, selalu berbuat baik dan mengabdikan diri kepada orang tua mereka.

Dalam Journal of Educational Psychology and Counseling, Da menjelaskan arti dari matriks Pingitan ini. Salah satu tahapan yang dilakukan adalah Kafork.

Kafork adalah proses membesarkan seorang gadis remaja yang mendekati usia dewasa di ruangan gelap bernama Suo atau Songgi. Ruangan gelap ini menggambarkan rahim sang ibu.

Prosesi Kafork seperti mengembalikan seorang anak ke rahim ibu.

Arti yang diharapkan dari Pingitan adalah bahwa gadis-gadis remaja, mendekati usia dewasa, dapat mengenali asal atau tempat kehidupan awal mereka (dari rahim ibu).

Mengakui tanggung jawab wanita sebagai istri atau ibu juga mengarah pada kesadaran diri.

Kemudian dilanjutkan dengan proses Karen Pagi.

Karen pagi adalah tanda seorang wanita yang telah beralih ke wanita dewasa yang bertanggung jawab.

Lihat juga:  Cara Membersihkan Mata Kuning Secara Alami

Makna utama yang terkandung dalam matriks ini adalah untuk mencapai nilai pemahaman diri.

3. Betawi

Dalam tradisi adat masyarakat Betawi, Pingitan disebut Dipiare.

Dipyalees, yang dilakukan oleh mantan orang Betawi, dapat bertahan hingga satu bulan.

Tetapi ketika dimodernisasi, prosesnya dipersingkat, dan sekarang hanya berlangsung sekitar 1-2 hari.

Prosedur Pingitan suku Betawi diawali dengan mempelai wanita yang disebut “no one mantu” didampingi seorang piaremaker.

Selama periode Di Piare, Tucampiare harus memperhatikan aktivitas dan kesehatan Nonmantu serta memperhatikan keindahan Nonmantu.

Selama periode Dipiale ini, None Mantu melakukan berbagai perawatan, mulai dari diet, minum herbal hingga lulur.

Beberapa pantangan harus dilakukan oleh non-mantu, seperti dilarang menghubungi atau berkomunikasi dengan orang luar, kecuali untuk tucampiale dan anggota keluarga terdekat.

Makna dipiare dalam orang Betawi adalah menjaga aktivitas, kesehatan dan menjaga kecantikan calon pengantin dalam menghadapi hari pernikahan.

Selain melakukan perawatan fisik, calon pengantin wanita juga menjalani program diet yang menjauhkan diri dari makanan tertentu untuk menjaga berat badan ideal.

Selain itu, minum herbal go-dog dan herbal air akar kedua juga dipraktikkan.

4. Suku Banjar

Banjar merupakan salah satu suku asli Kalimantan Selatan. Sedangkan untuk suku Banjar, pingitan disebut Bapingit.

Berbeda dengan suku lainnya, prosedur Pingitan suku Banjar dimulai setelah wanita tersebut resmi menikahi suaminya.

Pada zaman Bapingit, wanita dilarang bertemu suami mereka dan pria muda lainnya.

Prosedur Bapingit dimulai dengan membaca Alquran dan menyelesaikannya, memperdalam pengetahuan agama, dan diakhiri dengan membantu orang lain menikah.

Bapingit digunakan oleh pengantin wanita yang disebut bakasai untuk menjaga diri mereka sendiri.

Arti dari pingitan yang bertaqwa ini adalah untuk memurnikan dan merawat diri sendiri agar tubuh dibersihkan dan wajah bersinar dalam proses pernikahan.

Lihat juga:  Cara Menghilangkan Belang Secara Alami

5. Buton

Dalam tradisi masyarakat Buton, yang juga merupakan penduduk asli wilayah Sulawesi Tenggara, Pingitan dikenal sebagai Posuo atau Bakrun.

Seperti suku Muna, baklung dilakukan sebagai penanda transisi bagi perempuan yang memasuki usia dewasa.

Prosedur Pingitan Butonese ini dilakukan dalam tiga tahap di sebuah ruangan bernama Suo.

Tahap pertama dilakukan dengan memberikan asap kemenyan kepada wanita yang melakukan baklung.

Arti asap kemenyan adalah sebagai tanda awal baklung.

Tahap kedua dilakukan setelah 5 hari, yaitu dengan mengubah penampilan dan arah tidur wanita.

Arti dari perubahan penampilan dan arah tidur calon pengantin wanita ini adalah untuk menunjukkan bahwa ada perubahan signifikan dalam kehidupan calon pengantin wanita.

Seorang pengantin wanita yang dulunya masih perawan menjadi istri setelah menikah.

Pada tahap ketiga, yang berlangsung pada malam hari kedelapan, wanita itu dimandikan dengan alat khusus yang disebut wadah bose, dan kemudian berpakaian seperti wanita dewasa.

Journal of Cultural Sciences menjelaskan arti pingitan Butonese ini.

Di Posuo, salah satu tahapan yang harus dilakukan adalah seorang gadis memandikan wanita yang lebih tua.

Untuk melakukan ini, basahi rambut dan kepala Anda menggunakan sampo santan.

Prosesi ini berarti seorang gadis yang memurnikan dirinya dan memurnikan dirinya sendiri.

Hal ini dipandu oleh salah satu syarat wajib mandi yang dilakukan dalam ajaran Islam.

Gadis-gadis yang berpartisipasi dalam ritual posuo diharapkan untuk tetap bersih dan murni ketika mereka ditempatkan di dalam dan setelah mereka dikeluarkan dari sel kurungan.

Mereka juga dapat menggunakan kain putih untuk menutupi seluruh dinding ruang kurungan atau untuk meletakkannya di lantai sebagai tukang las tikar di ruang kurungan.

Lihat juga:  Inilah 5 Varian Mobil Suzuki yang Paling Laku di Indonesia

Warna kain yang putih dan bersih memberi arti “kemurnian”.

Diharapkan gadis-gadis yang berpartisipasi dalam Posuo akan keluar dari kurungan, sebersih dan suci seperti kain putih.

6. Sumbawa

Dalam tradisi Sumbawa, kedua mempelai melakukan prosesi pingitan setelah bertukar cincin atau bertunangan.

Prosedur Sumbawa Pingitan mulai dilakukan dalam keadaan di mana dua mempelai wanita tidak bertemu satu sama lain dan harus berpuasa.

Arti puasa bagi calon pengantin adalah untuk membersihkan diri dari dosa, dan juga bertujuan untuk menjaga berat badan dan kesehatan.

Pada hari terakhir kedua mempelai, kedua mempelai tidak diperbolehkan mandi.

Arti dari prosesi ini adalah untuk memastikan tidak hujan saat pernikahan berlangsung.

Ini adalah beberapa adat istiadat Pingitan yang dipraktikkan oleh sejumlah kecil suku di Indonesia.

Tidak hanya di Indonesia, banyak suku yang masih menerapkan tradisi Pingitan ini kepada anak-anak mereka untuk melindungi budaya mereka dan pada dasarnya memiliki niat baik.

Apakah kamu dan ayahmu juga mengalami Pingitan?

Share pengalamanmu di kolom komentar ya!

Inilah prosedur pingitan Indonesia yang punya makna mendalam. Meski terdengar unik, namun tradisi ini tetap dijaga untuk menjaga kesucian hati dan pikiran. Tanpa memandang status sosial dan kekayaan, prosedur pingitan Indonesia dianggap penting untuk merenung dan memperbaiki diri. Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari tradisi ini untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Sampai jumpa di artikel menarik selanjutnya.

#Bukan #tanpa #makna #tapi #ini #prosedur #Pingitan #Indonesia arbo Bukan tanpa makna, tapi ini prosedur Pingitan Indonesia