Daftar isi
Tahukah Anda bahwa rumah adat di Sulawesi Tenggara terbagi menjadi 3 jenis?
Perbedaan ketiganya didasarkan pada strata sosial pemilik rumah.
Umumnya wisatawan ingin mengunjungi suatu tempat karena wisata alamnya atau kulinernya yang unik.
Sebenarnya masih banyak lagi alasan untuk mengunjungi rumah adat di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu dari 34 provinsi di Indonesia yang masih menjunjung tinggi adat dan budayanya.
Hal ini dapat kita lihat dari adat istiadat masyarakat yang sangat menjaga budaya lokal seperti menjaga fungsi dan sejarah rumah adat Sulawesi Tenggara.
Rumah Adat Sulawesi Tenggara
Yuk, kenali tiga jenis rumah adat Sulawesi Tenggara berikut ini!
1. Rumah Adat Laikas
Laikas adalah rumah adat suku Tolaki yang mendiami beberapa daerah di Sulawesi Tenggara.
Beberapa wilayah yang didiami oleh suku-suku asli tersebut terdiri dari:
- Kota Kendall
- Conawe Selatan
- Kabupaten Konawe
- Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Utara
- Conawe Utara
Rumah adat Sulawesi Tenggara ini berbentuk seperti rumah panggung yang terdiri dari tiga atau empat lantai.
Uniknya, bagian bawah atau kolom rumah tidak ditempati oleh penghuni rumah.
Uniknya, rumah adat Laikas atau Malige ini tidak menggunakan bahan logam seperti paku.
Namun rumah adat di Sulawesi Tenggara ini menggunakan 100% material alami seperti kayu dan atapnya terbuat dari bambu/jambul nipah.
Kemudian untuk membuat dinding, dibangun dengan menggunakan papan kayu.
Semua bahan tersebut akan bersatu membentuk sebuah bangunan dengan serat kayu atau pasak kayu.
Balok kayu digunakan sebagai tiang penyangga, sedangkan dinding atau badan rumah terbuat dari papan. Sedangkan untuk menyatukan semua bahan bangunan digunakan pasak kayu atau serat kayu.
Laika bagian bawah, umumnya digunakan sebagai tempat hidup hewan ternak seperti ayam dan babi.
Hanya di lantai pertama dan kedua, penghuni rumah akan tinggal.
Pada umumnya dua lantai tersebut akan menjadi tempat tinggal raja dan ratunya.
Kemudian lantai tiga digunakan sebagai tempat menyimpan berbagai pusaka milik sang Raja.
Di lantai atas, biasanya digunakan sebagai area untuk beribadah dan juga meditasi.
Jika Anda berkunjung ke rumah adat ini, di lantai dua Anda akan menemukan sesuatu yang unik.
Pasalnya, di sisi kanan dan kiri lantai akan terdapat ruangan khusus yang sangat menarik untuk dicuri.
Ruangan khusus ini digunakan sebagai ruangan untuk menenun kain atau membuat pakaian adat.
Rata-rata masyarakat masih hidup secara tradisional dengan mengandalkan rezeki dari pengelolaan hasil alam.
Sampai saat ini suku Tolaki masih memegang teguh kepercayaan dan tradisinya untuk menjaga dan menjaga kelestarian hutan.
Bahkan kepercayaan ini terus diwariskan kepada anak cucu mereka.
Hal ini dibuktikan dengan masih adanya sistem tambak dan pemukaan yang masih ada.
2. Rumah Adat Banua Tada
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki rumah adat yang dikenal dengan nama Banua Tada.
Rumah adat Sulawesi Tenggara ini sebagian besar dihuni oleh suku Wolio di Pulau Buton. Suku Wolio sendiri merupakan suku terbesar di kota Bau-bau.
Nama Banua Tada berasal dari 2 kata yaitu “Banua” yang berarti rumah dan “Tada” yang berarti siku.
Rumah adat Banua Tada diartikan sebagai rumah siku. Karena rumah adat ini memiliki bentuk siku-siku yang banyak. Umumnya rumah ini terdiri dari 2-3 lantai.
Masyarakat Wolio menyamakan Banua Tada dengan lambang organ tubuh manusia.
Sekilas Anda akan menemukan bahwa rumah adat ini terdiri dari kepala, badan, dan kaki.
Pada umumnya setiap lantai harus dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian depan, tengah, dan belakang.
Rumah adat Sulawesi Tenggara ini terbagi menjadi tiga tipe berdasarkan status sosial penghuninya.
Selain dibedakan berdasarkan status sosial, perbedaan bentuk rumah adat Banua Tada juga dapat dilihat dari jumlah tiang penyangga rumah tersebut.
Berikut penjelasan rumah adat Banua Tada :
Rumah Adat Banua Tada yang disebut Kamali/Malige merupakan rumah adat yang dihuni oleh raja atau sultan beserta keluarganya.
Struktur rumah adat Kamali memiliki atap 2 lantai.
- Banua Tada Tare Pata Pucat
Rumah adat yang satu ini merupakan rumah adat yang ditinggali para pejabat atau petinggi keraton.
Berbeda dengan Kamali / Malige, Banua Tada Tare Pata Pale memiliki 4 tiang penyangga dengan tetap mempertahankan bentuk rumah yang bersudut.
Biasanya dalam 1 kamar terdapat 2 jendela di sisi kanan dan 2 jendela di sisi kiri.
- Banua Tada Tare Talu Pucat
Yang terakhir adalah rumah adat yang dihuni oleh masyarakat biasa.
Jika sebelumnya rumah adat memiliki 4 tiang penyangga, pada rumah adat Banua Tada milik masyarakat biasa hanya terdapat 3 tiang penyangga.
Jendela di setiap kamar di kanan dan kiri juga hanya ada 1 jendela.
3. Rumah Adat Mekongga
Mekongga adalah tempat tinggal kepala suku Raha dan Raja.
Rumah adat Sulawesi Tenggara yang memiliki bentuk mirip rumah panggung tanpa sekat.
Sesuai dengan bentuknya, rumah adat Mekongga tingginya mencapai 60-70 meter di atas tanah, dengan 30 anak tangga.
Jumlah 30 anak tangga melambangkan jumlah sayap burung Konga.
Sedangkan rumah adat ini memiliki 12 tiang penyangga. Hal ini dilambangkan dengan 12 pemimpin dari suku Raha yang memiliki pengaruh kuat di daerah tersebut.
Rumah adat Sulawesi Tenggara ini terdiri dari 4 ruangan yaitu :
- Ruang rapat atau pertemuan
- Tempat menyimpan pusaka dan barang berharga
- kantor Raja
- Kamarku adalah raja
Ada juga hiasan dengan gambar burung konga yang terletak di sisi depan, kiri, dan kanan rumah.
Umumnya rumah adat Mekongga hanya digunakan untuk acara adat. Maka tak jarang rumah adat ini terletak di tengah hutan dan hanya dihuni oleh raja dan keluarganya.
Namun lama kelamaan rumah adat Mekongga menjadi berantakan dan wilayah sekitarnya terbagi menjadi kabupaten Kolaka.
Meski telah dijadikan destinasi wisata, rumah adat ini sedikit banyak mengalami proses pemugaran.
Namun tetap tidak meninggalkan ciri khas gaya teater.
Itu saja Sobat tentang rumah adat Sulawesi Tenggara. Semoga menambah informasi, ya!